Sabtu, 14 November 2009

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang
Pencemaran oleh produk petroleum atau senyawa hidrokarbon dan turunannya pada perairan semakin meningkat seiring dengan berkembangnya teknologi dan pertumbuhan sektor industri. Penggunaan bahan bakar dan minyak pelumas, seperti solar, residu dan oli yang tergolong senyawa hidrokarbon oleh berbagai industri, alat berat, dan alat transportasi dapat menjadi sumber bahan pencemar (Husain, 2006).
Hidrokarbon memiliki solubilitas yang rendah dalam air, dapat berada dalam bentuk butiran minyak yang berukuran sangat kecil. Begitupula di bawah efek agitasi hidrokarbon dapat membentuk emulsi serta terabsorbsi pada partikel membentuk gumpalan padat dalam sedimen (Husain, 2005).
Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menanggulangi pencemaran oleh hidrokarbon adalah dengan cara fisik, kimia, dan biologi. Secara fisik misalnya dengan penjaringan lapisan minyak yang mengapung. Secara kimiawi yaitu dengan penambahan bahan kimia sebagai bahan pengemulsi yang dapat menimbulkan terjadinya emulsifikasi, namun kedua cara tersebut tidak efesien karena dapat menghasilkan produk yang berbahaya. Penanggulangan secara mikrobiologis diakui lebih aman karena melibatkan proses biodegradasi (Atlas, 1991). Cara tersebut dilakukan menginokulasikan bakteri yang ramah lingkugan yang mampu mendegradasi hidrokarbon menjadi karbondioksida (CO2) dan air (H2O) sebagai hasil akhir.
Biodegradasi senyawa organik dengan daya larut air yang terbatas sangat lambat karena kurang tersedianya senyawa organik untuk sel-sel mikroba. Seperti yang telah ditunjukkan pada studi-studi sebelumnya, tersedianya senyawa organik larut yang jumlahnya sedikit, dapat diperbanyak dengan memproduksi surfactant secara microbial (biosurfactant), yang dapat meningkatkan dispersi cairan dengan besaran yang banyak (Zhang dan Miller, 1994).
Biosurfaktan yang diproduksi oleh mikroorganisme berperan dalam proses emulsifikasi dan atau solubilisasi hidrokarbon yang pada gilirannya memungkinkan terjadinya kontak antara sel mikroorganisme dan senyawa hidrokarbon sebagai substrat. Hal tersebut menyebabkan biosufkatan berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan interface antara hidrokarbon-udara atau udara-air (Husain, 2006).
Pada penanganan limbah hidrokarbon perlakuan dengan penambahan surfaktan sintesis sering dilakukan untuk memungkinkan terjadinya emulsifikasi. Surfaktan sintesis jarang digunakan karena surfaktan tersebut berasal dari bahan kimia yang dapat menimbulkan toksik sedangkan surfaktan non sintetik yang berasal dari mikroorganisme tidak menimbulkan toksik. Kondisi tersebut sangat diharapkan untuk memudahkan mikroorganisme mengasimilasi senyawa tersebut. Jadi biosurfaktan selain sebagai stimulator dalam proses biodegradasi juga digunakan dalam berbagai industri (Husain, 2006). Hal ini yang merupakan faktor pendukung atau melatar belakangi sehingga penelitian ini dilaksanakan.

I.2 Tujuan penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:
1. Menetukan kemampuan pertumbuhan dari isolat bakteri gram negatif pada substrat yang berbeda yaitu hidrokarbon petroleum, eicosane, dan natrium asetat.
2. Untuk melihat kemampuan emulsifikasi senyawa ekstra seluler isolat bakteri gram negatif selama pertumbuhannya.

I.3 Manfaat Penelitian
Manfaat dilakukannya penelitian adalah:
1. Untuk diketahui mengenai emulsifikasi dari bakteri gram negatif yang nantinya dapat dimanfaatkan di dalam perindustrian, misalnya industri cet, deterjen, kosmetik, dan lain-lain.
2. Untuk diketahui mengenai kemampuan dari isolat bakteri gram negatif yang diperoleh dari kolom air pelabuhan Paotere Makassar dalam menghasilkan senyawa yang bersifat pengemulsi.
I.4 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November - Maret 2009, yang dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar.